Niat Puasa Ramadhan Harus Setiap Malam?



Niat itu urusan hati, bukan urusan lidah. Jika lidah saya menyebutkan “Sengaja aku sholat magrib” dalam versi bahasa arabnya, padahal waktu saya mengucapkannya dalam posisi saya sebagai guru, maka niat saya pada waktu mengajarkan kata-kata itu kepada murid, bukan berniat untuk sholat. Jadi niat itu perkara hati, dan menerjemahkan kalimat di dalam hati.

Urusan niat memang menjadi pokok segala perkara, bahkan sebagian besar Ulama’ kita punya kebiasaan ketika memulai tulisan mereka dengan bab niat. Niat itu menjadi pembeda antara yang berpaha dengan yang basa-biasa saja.

Jika setiap pagi kita mandi, mandinya itu biasa-basa saja, tapi jika mandinya kita itu diniatkan untuk menghilangkan hadats besar karena Allah swt. maka mandinya itu bernilai pahala.

Puasa itu dibagi menjadi dua macam: Puasa wajib dan puasa sunnah. Untuk puasa wajib semisal puasa ramadhan, puasa nadzar, puasa bayar hutang dan puasa kafarat para ulama’ mensyaratkan tabyit an-niyyah (membermalشmkan niat), maksudnya adalah meniatkan untuk puasa sebelum datang waktu subuh. Akan tetapi untuk urusan puasa sunnah sepertinya para ulama’ membolehkan untuk berniat kapan saja, malam atau siang.

Hal seperti ini seperti yang pernah dicontohkan oleh Rosul saw. dimana pada waktu itu beliau pulang kerumah menemui ‘Aisyah diwaktu dhuha, lalu bertanya: ‘Adakah makanan di rumah’? Aisyah menjawab: ‘tidak ada’, maka Rosul saw. mengatakan “Kakau begitu saya puasa saja”. Cerita inilah yang menjadi landasan Ulama’ dalam masalah niat puas sunnah.

Namun dalam rusan puasa wajib mereka berlandaskan hadits berikut:

من لم يبيت الصيام قبل طلوع الفجر فلا صيام له

“Siapa yang tidak berniat untuk berpuasa sebelum datang subuh, maka tidak ada puasa baginya” (HR. an-Nasa’i)

Namun yang menjadi pertanyaan berikutnya adalah apakah niat itu harus dilakukan setiap malam? Atau bisa diborong pada malam pertama saja?

Untuk urusan ini setidaknya ada dua pendapat besar yang bisa menjadi rujukan kita bersama.

Pertama: Pendapat yang mengharuskan berniat setiap malam.

Pendapat ini dimotori oleh jumhur ulama’, mereka berpendapat bahwa niat itu harus dilakukan setiap malam, sebelum datangnya fajar, dan tidak bisa digabung. Jadi bagi mereka yang ingin berpuasa hendaknya saling mengingatkan untuk terus memperbarui niatnya.

Alasannya sederhanya saja, karena bagi mereka puasa itu ibadah yang setiap harinya berbeda dan terpisah, puasa hari pertama beda dengan hari kedua, puasa hari ke dua puluh berbeda dengan puasa hari ke dua puluh satu, dan begitu setrusnya.

Belum lagi kemungkinan ada orang yang yang tidak bisa bepuasa full, karena safar, sakit, atau sebab lainnya. Jadi kurang etis jika berniat sekali saja, berniat puasa 1 bulan, tapi ternyata puasanya hanya 25 hari saja misalya, karena 4 atau 5 harinya dia tidak bisa berpuasa.

Kedua: Boeleh berniat untuk 1 bulan

Pendapat kedua ini membolehkan bagi kita untuk berniat satu bulan pada malam pertama puasa, alasan mereka juga sederhana, masa’ ga’ boleh berniat puasa 1 bulan full? Toh kalaupun ada beberapa hari yang terlewat, itu tidak menghilangkan keabsahan niat satu bulan itu.

Ibadah haji misalnya, walaupun ritualnya itu memakan waktu berhari-hari, tapi nitanya tidak mesti diucapkan perhari. Bagi mereka puasa dan haji adalah ibadah yang menyatu. Ia adalah satu-kesatuan. Pendapat yang kedua ini dimotori oleh kalangan Mazhab Maliki.

Terus, yang bener yang mana?

Dalam ilmu fiqih dikenal dengan kaedah ‘al-Jam’u khoirun mina at-tarjih’ (Mengambil semua pendapat itu lebih baik ketimbang memilih yang satu dan menggugurkan pendapat yang lainnya). Itu artinya jika dalam sebuah kasus ada beberapa pendapat yang mu’tabar, maka tugas kita adalah berusaha sekuat mungkin untuk mengambil semua pendapat itu, jangan langsung memilih satu pendapat lalu membuang pendapat yang lainnya.

Dalam masalah niat ini misalnya, maka untuk kehati-hatian tidak ada salahnya jika kita memulai puasa itu dengan berniat puasa 1 bulan sebagaimana pendapat Mazhab Maliki, lalu kemudian jangan lupa pada setiap malamnya kita mengulang kembali niat itu sesuai dengan pendapat jumhur ulama', toh jika kita terlupa berniat kita sudah punya niat puasa 1 bulan full. Iya kan? Ini yang dimaksud dengan metode “al-Jam’u khoirun mina at-Tarjih”

wallahu A’lam Bis Showab

Saiyid Mahadhir

“Menuju Ramadhan dengan Keilmuan”
Twitter: @SaiyidMahadhir
0857 187 325 86 (sms)
Top of Form
2

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Junub Di Pagi Ramadhan, Apakah Sah Puasanya?

Hadits-Hadits Bermasalah Seputar Ramadhan. (Bag. 1)

Peristiwa-Peristiwa Penting Yang Terjadi Di Bulan Ramadhan